News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Distorsi Sistem Pemerintahan Indonesia terhadap Arah Pembangunan Nasional

Distorsi Sistem Pemerintahan Indonesia terhadap Arah Pembangunan Nasional

Distorsi Sistem Pemerintahan Indonesia terhadap Arah Pembangunan Nasional Oleh: Moh. Arief Kurniawan (Mahasiswa Jurusan Magister Ilmu Hukum Pascasarjana UNG)

Dalam dokumen Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024, disebutkan bahwa visi pembangunan adalah terwujudnya Indonesia yang bedaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. RPJMN 2020-2024 ini merupakan tahapan ke-empat dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang telah ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007. Dengan berpayung kepada UUD 1945 dan UU Nomor 17 Tahun 2007 tenntang RPJP, RPJMN 2020-2024 disusun berdasarkan penjabaran dari visi-misi, dan Agenda (Nawa Cita) kedua Presiden/Wakil Presiden, Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin, dengan menggunakan Rancangan Teknokratik yang telah disusun oleh Bappenas dan berpedoman pada RPJPN 2005-2025. 

Visi ini akan menjadi pedoman dalam penyusunan setiap perencanaan pembangunan pada kurun waktu tersebut, baik ditingkat pusat maupun daerah. Sesuai arahan RPJPN 2005-2025, sasaran pembangunan jangka menengah 2020-2024 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan diberbagai bidang dengan menekankan terbangunya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan yang kompetitif diberbagai wilayah yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. RPJMN 2020-2024 telah mengarusutamakan Sustainable Development Goals (SDGs). Target-target dari 17 tujuan dari pembangunan berkelanjutan (SDGs) beserta indikatornya telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam 7 agenda pembangunan kedepan.

Pembangunan pada hakekatnya adalah upaya sistematis dan terencana, baik oleh masing-masing maupun seluruh komponen bangsa untuk mengubah suatu keadaan menjadi keadaan yang lebih baik dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia secara optimal, efisien, efektif, dan akuntabel, dengan tujuan akhir meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat secara berkelanjutan. Upaya sistematis dan terencana itu tentu berisi langkah-langkah strategis, taktis, dan praktis karena masing-masing negara memiliki usia kedaulatan, sumber daya andalan, dan tantangan yang berbeda. 

Dengan melihat potensi, masalah, dan tantangan tersebut, peran perencanaan pembangunan nasional dan daerah menjadi penting. Perencanaan pembangunan dibutuhkan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan dengan meningkatkan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan social secara menyeluruh dengan meningkatkan keberpihakan kepada masyarakat, khususnya kelompok dan daerah/desa yang masih tertinggal, menaggulangi kemiskinan dan pengangguran, menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan social serta sarana dan prasarana ekonomi, serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek termasuk gender.

Perjalanan panjang bangsa Indonesia sebagai sebuah negara dengan segudang pengalaman tidak cukup menjadikan negara ini sebagai negara yang modern. Hanya dalam masa tak sampai enam puluh tahun, Indonesia telah mengalami hampir semua pengalaman dan tahapan yang dibutuhkan oleh sebuah negara-negara yang modern dan mapan. Sejak 1998 hingga 2020, Indonesia memliki lima presiden dengan gaya kepemimpinan dan memerintah yang berbeda. Masalahnya, apakah pergantian presiden, kabinet, dan perencanaan pembangunan juga membawa perubahan yang signifikan jika dilihat dari indicator ekonomi dan kesejahteraan? Untuk menjawab soal itu Iklim politiklah sebenarnya yang akan menjawabnya karna sejauh ini belum nampak keseriusan dari elit politik untuk benar-benar memiliki kesdaran dan niatan dalam memperbaiki keadaan indonesia. Masalah yang dijadikan sebagai problem saat ini tentu terkait dengan pergantian presiden, kabinet, dan perencanaan pembangunan yang memberikan implikasi terhadap pembangunan indonesia. Hal itu kemudian dibahas dalam Putusan Rakernas PDIP (12/1/2016) yang didasarkan pada pidato pembukaan Ketua Umum PDIP. Pidato Megawati Soekarno Putri tidak lain dan tidak bukan adalah usulan untuk menghidupkan kembali GBHN. Ide GBHN itu sepertinya benar benar akan terlaksana. Pasalnya MPR telah mengagendakan amandemen tersebut secara terbatas khusus hanya pada GBHN. Alasan penting timbulnya GBHN seperti dikemukakan PDIP, karena hampir semua masalah yang dihadapi bangsa dan negara, disebabkan oleh tidak adanya GBHN dalam memandu pembangunan nasional yang menjadi tanggung jawab pemerintahan secara umum. Akan tetapi kemudian  apakah benar saat ini Indonesia tidak memiliki panduan dalam system perencanaan pembangunan nasional ? Apakah perlu ada haluan negara sebagai penentu arah pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan nasional? Jawabnya, memang perlu ada haluan negara, tetapi tidak lagi dalam bentuk GBHN yang disusun dan ditetapkan oleh MPR dalam amandemen UUD 1945. Sebab saat ini sudah ada haluan negara yang cukup strategis yaitu UU Nomor 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan juga yang telah ditetapkan DPR bersama Pemerintah (Presiden) melalui UU Nomor 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2005-2025.

Selain itu ditengah pilihan system Presidensial yang telah disepakati para pengubah UUD 1945. Dalam system presidensial presiden dan wakil presiden tidak bertanggung jawab kepada Parlemen karna posisinya dipilih secara langsung oleh rakyat. presiden dipilih oleh rakyat berdasarkan visi-misinya yang dilihat dalam RPJPN dan disesuaikan dengan dinamika perkembangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kalau kemudian presiden dimintai pertanggung jawaban soal GBHN paradigmanya akan berubah kesistem parlementer hal ini akan menyebabkan ketidakonsistenan dalam menjalankan system pemerintahan presidensial sesuai dengan amanah konstitusi UUD 1945. Tidak hanya sampai disitu bagaimana kedudukan GBHN dalam hierarki peraturan perundang-
undangan? Apakah GBHN sama kedudukanya dengan Pancasila dan UUD 1945? jikalau kemudian sama, maka konsekuensinya adalah kedudukan GBHN akan sulit untuk ditegakkan karna jika semakin abstrack norma maka norma itu semakin sulit untuk ditegakkan karna basicnya sebagai dasar filosofi. Dalam system pemerintahan presidensial semua lembaga negara memiliki kedudukan yang sama-sama kuat. Dengan menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara tentu akan membawa masalah yang panjang bagi system ketatanegaraan Indonesia. tidak bisa dibayangkan bagaimana jika GBHN sebagai prodak politik DPR & DPD bertentangan dengan UUD 1945? Siapa yang berwenang menguji GBHN jika bertentangan dengan UUD 1945? Apakah Mahkamah Konstitusi bisa mengujinya? Karna tidak mungkin keputusan lembaga tertinggi negara di uji bahkan dibatalkan oleh lembaga tinggi negara. Dari sudut ilmu pengetahuan ide semacam itu tentu tidak bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Problem ini adalah bagian dari rancangan penelitian tesis penulis yang insha-allah kedepan akan segera rampung .

Seharusnya yang menjadi Focus perhatian oleh pemerintah saat ini adalah bagaimana menurunkan angka kemiskinan, pengangguran, ketimpangan pendapatan antar golongan pendapatan antar daerah, serta strategi mengurangi dampak goncangan eksternal seperti krisis keuangan global. Menurunya harga komoditas tambang dan primer lainnya, dan geopolitik global pasca keputusan Donald Trump yang memperburuk keadaan dan keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Presiden jangan terjebak oleh kepentingan jangka pendek MPR yang sebenarnya eksistensinya juga masih bisa diperdebatkan, Apakah MPR masih perlu ada atau tidak? Kinerja MPR yang hanya pada waktu-waktu tertentu dan diisi oleh 10 kursi pimpinan tentunya hanya akan menghambur-hamburkan uang rakyat jika dilihat dari kinerjanya yang hanya pada waktu-waktu tertentu saja.

Perjalanan bangsa Indonesia dimasa yang akan datang akan semakin kompleks. Kedepan Indonesia memasuki hari-hari yang penuh tantangan, dunia yang akan dihadapi generasi penerus bangsa ini bukan saja sangat berbeda dengan era sebelumnya, volatility, Uncertainty, complexcity, and ambiguity (VUCA) adalah tema keseharian masa depan. kita belum dapat membayangkan dengan jelas apa yang akan terjadi setelah industry 4.0. Ekonomi Indonesia tidak cukup dikelola dengan kebijakan ekonomi masa lalu yang diajarkan dimasa kini, ekonomi
indonesia tidak cukup hanya mengandalkan teori yang tampaknya uptodate padahal tidak mampu menjawab tantangan. Kita perlu untuk menantang keyakinan-keyakinan usang yang tidak relevan untuk masa depan. kita perlu merumuskan kembali sebuah konsep untuk melahirkan teori baru yang sesuai. Pada akhirnya Indonesia esok haruslah menjadi negara yang menang, Indonesia merupakan bangsa dan negara yang patut diperjuangkan karna negara ini adalah rahmat Tuhan yang maha esa. Disaat banyak negara mengalami penurunan populasi penduduknya indonesia menjadi negara dalam 30 tahun kedepan dengan rata-rata 70% populasinya yang berusia produktif. Dalam rangka itu semua pemerintah harus menyiapkan manusia unggul indonesia  yang berdaya saing. Strategi dan arah pembangunan haruslah  mengarah pada bagaimana kulitas pendidikan di indonesia benar benar bermutu. Tidak hanya itu pendidikan juga harus sesuai dengan amanat konstitusi melahirkan generasi yang beriman, bertaqwa, dan berahlak mulia. Pada intinya yang harus dihasilkan dalam pendidikan indonesia adalah lahirnya generasi yang cerdas, religius, berkarakter, serta memiliki fisik dan mental yang baik. Orientasi pembangunan pada akhirnya bukan hanya pada infrastrukturnya saja, akan tetapi juga pada pembangunan manusianya yakni membangun (SDM) unggul. Karna kunci utama dari pembangunan ialah kuwalitas manusianya, yaitu manusia-manusia yang memiliki hati yang dapat melahirkan kebijakan untuk membawa perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan bagi umat sedunia.

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Posting Komentar